Ketika Hati Kita DIpenuhi Amarah

Kamis, 02 Desember 2010
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Marah sebenarnya merupakan atribut seorang insan yang manusiawi. Jadi setiap orang sudah mempunyai potensi untuk marah, dan hal ini merupakan sesuatu yang tidak bisa kita tolak. 

Yang dipermasalahkan di sini adalah sikap mudah meluapkan amarah, dengan kata lain kemarahan yang kronis. Biasanya tipe marah kronis ini terbentuk dari sikap bermusuhan yang terus menerus yang akhirnya memunculkan kecenderungan melontarkan komentar pedas dan celaan. Selain itu hal ini juga bisa timbul karena ketersinggungan dan akhirnya amarahpun meluap dan akan dilontarkan kepada siapa saja yang ditemuinya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, “Berilah aku wasiat!”. Maka Nabi pun bersabda “Janganlah engkau mudah marah!” Maka diulangnya permintaan itu beberapa kali, dan beliaupun bersabda, “Janganlah engkau mudah marah!” 

Yang dimaksud dengan sabda Rasulullah “Janganlah engkau mudah marah!” dalam hadits tersebut adalah “Janganlah kamu mudah meluapkan amarah!” yaitu mudah meluapkan amarah kepada siapapun dan dimanapun, karena hal ini bisa berakibat buruk bagi diri kita sendiri. Jika orang yang kita jadikan sasaran atas kemarahan kita tersebut tidak bisa memahami apa yang sedang terjadi pada diri kita, bisa jadi dia akan berpikir yang negatif terhadap kita.

Menahan amarah merupakan salah satu dasar pokok bidang akhlak dalam agama Islam. Imam Ibnu Abi Zaid al-Qairawany menerangkan, “Adab-adab kebaikan terhimpun dan bersumber dari 4 hadits: yaitu hadits “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam”, hadits “Salah satu pertanda kebaikan Islam seseorang, jika ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfat baginya”, hadits “Janganlah engkau marah”, dan hadits “Seorang mu’min mencintai kebaikan untuk saudaranya, sebagaimana ia mencintai kebaikan tersebut bagi dirinya sendiri”. (silahkan lihat dalam Jami’ul Ulum wal Hikam)

Kebiasaan mudah marah ini juga akan memiliki pengaruh yang buruk terhadap kesehatan seseorang. Sebuah penelitian di Stanford University Medical School pada pasien-pasien penyakit jantung memberikan data yang sangat mengejutkan.

Ketika pasien-pasien itu diminta untuk menceritakan kembali peristiwa-peristiwa yang dapat memicu amarah mereka, maka efisiensi pemompaan jantung turun hingga 5-7 % lebih. Hal ini merupakan suatu rentang yang oleh para ahli kardiologi dianggap sebagai tanda iskimia miokordial (yaitu penurunan aliran darah yang bisa membahayakan jantung).

Hasil serupa juga ditemukan pada studi di Yale School of Medicine terhadap 929 pria yang pernah mengalami serangan jantung. Kelompok pria yang mudah marah terbukti punya resiko meninggal karena serangan jantung lebih dari tiga kali lipat daripada kaum pria yang perangainya lebih tenang. Mungkin inilah hikmah dari hadits Abu Hurairah di atas, ketika Rasulullah memerintahkan kita agar jangan mudah marah.

Menahan diri agar tidak mudah marah juga merupakan perbuatan terpuji dan mempunyai keutamaan tersendiri. Dari Abu Hurairah rahiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
“Bukanlah dikatakan orang kuat karena dapat membanting lawannya, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya diwaktu marah.” (Riwayat Bukhary dan Muslim)

Orang yang mampu menahan hawa nafsunya tidak hanya diberi label sebagai orang yang kuat, namun ia juga mendapatkan jaminan surga. 

Suatu ketika pernah ada seseorang yang manghadap Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam lalu ia berkata, “Ya Rasulullah, ajarilah aku ilmu yang dapat mendekatkanku menuju surga dan menjauhkan diriku dari neraka!”. Beliau kemudian bersabda, “Jangan marah, maka engkau berhak mendapatkan surga.” (Shahih, Riwayat Thabrany)

Nah... bagaimana dengan kita wahai saudaraku? Marah bukanlah cara yang terbaik untuk kita menyelesaikan suatu masalah. Hadapilah setiap masalah tersebut dengan bijak dan pikiran yang jernih.
Akhir kata, marilah kita senantiasa berusaha untuk bisa menahan amarah kita, bukan hanya agar jantung kita menjadi sehat, akan tetapi haruslah kita niatkan ikhlas untuk mencari ridha Allah semata agar bermanfaat sebagai tabungan amal untuk akhirat kelak. Selain itu, orang yang penuh dengan kesabaran juga akan lebih dicintai oleh orang lain. Wallahu a’lam.

Sumber: http://mediagema.multiply.com/journal/item/67

0 komentar:

Posting Komentar